Kamis, 30 Oktober 2014

1.Syarat-syarat putusan hakim yang bisa menjadi yurisprudensi dan bandingkan pula dengan general practice of law 1. Pertama putusan itu mempunyai kriteria standar putusan pengadilan yang baik dan bermutu. 2. putusan ini telah digunakan secara berulang-ulang. Syarat Yurisprudensi: 1. Putusan atas peristiwa hukum yang belum jelas peraturannya 2. Putusan telah berkekuatan hukum tetap 3. Putusan berulang kali dijadikan dasar hukum untuk memutus perkara sama 4. Putusan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat 5. Putusan telah dibenarkan oleh MA-RI General Practice of law sistem hukum anglo saxon bersumber/bertumpu pada hukum tidak tertulis/kebiasaan di dalam peradilan, yaitu yurisprudensi. berlakulah asas preseden bagi setiap hakim di negara-negara yang menganut sistem hukum ini. Suatu asas yang mengharuskan hakim untuk mengikuti putusan hakim lain dalam perkara yang sejenis. Asas ini dikenal juga dengan sebutan “Stare decisis et queita nonmovere.” 2.sistem hukum yang mempengaruhi yurisprudensi di Indonesia Sistem hukum yang mempengaruhi yurisprudensi di Indonesia adalah sistem hukum anglo saxon karena yurisprudensi merupakan sumber utama atau judge made law di dalam penegakan hukum anglo saxon. Tetapi dalam penerapanya yurisprudensi di Indonesia berbeda dengan yurisprudensi sistem hukum angli karena Indonesia menganut aliran rechtsvinding, disamping memiliki keterikatan kepada undang-undang seorang hakim juga memiliki kebebasan untuk menemukan hukum (rechtsvinding). Bahwa hakim Indonesia harus mendasarkan putusannya dalam mengadili kepada peraturan perundang-undangan dan bebas untuk menafsirkan dan menginterpretasikan hukum tersebut. Meskipun demikian, dalam hal perkara yang diadili tidak ada atau tidak jelas dasar hukumnya, hakim pun tetap wajib untuk mengadili perkara tersebut. Sehingga pada prinsipnya , asas legalitas harus dijadikan pedoman awal bagi hakim untuk mengadili kasus yang sedang mereka tangani. 3.apakah tugas utama mahkamah agung Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah: • Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang • Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi • Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi Apakah mahkamah agung mempuyai akses koreksi terhadap putusan pengadilan yang berada di bawahnya Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985). 4.contoh yurisprudensi pidana Hakim Pidana tidak berwemang menetapkan ganti rugi. Putusan Mahkamah Agung tgl. 6-6-1970 No. 54 K/Kr/1969. Dalam Perkara : Selamet Sembiring. dengan Susunan Majelis :1. Prof. Subekti S.H., 2. D.H.Lumbanradja S.H., 3. Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H. Hukuman percobaan hanya dapat diberikan dalam hal dijatuhkan hukuman penjara tidak lebih dari satu tahun. Putusan Mahkamah Agung tgl. 17-10-1970 No. 52 K/Kr/1970. Dalam Perkara : Djai bin Murta. dengan Susunan Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H., 2. Sri Widoyati Wiratmo Sukito S.H., 3. Busthanul Arifin S.H. Yurisprudensi Pidana 218K/PID/2004 2004 BAHWA JUDEX FACTIE TELAH SALAH MENERAPKAN HUKUM, BAHWA JUDEX FACTIE DENGAN MELAWAN HAK TIDAK MEMPERTIMBANGKAN SECARA CERMAT ALAT BUKTI BERUPA SURAT-SURAT YANG DIAJUKAN DIMUKA PERSIDANGAN, BAHWA YANG BERWENANG MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA ADALAH RUANG LINGKUP KEWENANGAN PENGADILAN PERDATA Yurisprudensi Pidana 78PK/PID/2000 2000 BAHWA SESEORANG YANG TIDAK LAGI MENJABAT SEBAGAI KOMISARIS PADA SUATU PERUSAHAAN DIMANA APABILA PERUSAHAAN TERSEBUT MELAKUKAN TINDAKAN MELAWAN HUKUM TIDAKLAH DAPAT DIPERTANGGUNG JAWABKAN KEPADANYA, KALAUPUN SEBELUM KEDUDUKANNYA SELAKU KOMISASRIS PADA PERUSAHAAN TERSEBUT 5.definisi yurisprudensi peradilan dari beberapa sarjana hukum Menurut istilah, terdapat berbagai definisi yang dikemukakan pada Ahli Hukum. Sebagai contoh berikut dikemukakan beberapa variasi definisi yurisprudensi : a. Menurut Kansil ( 1993: 20 ) yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama. b. Menurut Sudikno Mertokusumo ( 1991 : 92 ) yurisprudensi adalah pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa dan siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. Secara ringkas singkat, menurut Sudikno, yurisprudensi adalah putusan pengadilan. c. Menurut Sudargo Gautama ( 1995 : 147 ), yurisprudensi adalah ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan Pengadilan, dalam hal pengambilan suatu keputusan oleh Mahkamah Agung atas suatu yang belum jelas pengaturannya, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, diikuti oleh Hakim bawahan, yang dihimpun secara sistematis. d. Menurut, A. Ridwan Halim (1998 : 57 ) yang dimaksud yurisprudensi adalah suatu putusan hakim atas suatu perkara yang belum ada pengaturannya dalam undang-undang yang untuk selanjutnya menjadi pedoman bagi hakim-hakim lainnya yang mengadili kasus-kasus serupa. e. Menurut Subekti ( 1974 : 117 ) yurisprudensi adalah putusan Hakim atau Pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Kasasi atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah tetap. Daya berlakunya yurisprudensi di dalam hukum pidana Indonesia Kedudukan yurisprudensi di Indonesia Kumpulan putusan hakim yang sehat dan baik serta dibukukan atau dikitabkan Bersifat in corcreto  hanya mengikat pihak yang berperkara Menjadi sumber hukum formal di Indonesia selain undang-undang , traktat dan kebiasaan. 6.dasar hukum hakim mengadili perkara yang tidak ada hukumnya. Pada beberapa kesempatan, hakim akan dihadapkan kepada keadaan harus mengadili suatu perkara yang tidak memiliki dasar hukum atau pengaturan hukumnya tidak jelas. Dalam keadaan ini, hakim tidak dapat menolak untuk mengadili perkara tersebut dengan dalih tidak ada hukum yang mengatur. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”) yang berbunyi: “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Juga dengan Pasal 5 ayat (1) UU 48/2009 yang berbunyi: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.” Selain dua ketentuan tersebut, Pasal 22 AB juga menyatakan bahwa hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangnya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap, dapat dituntut karena menolak untuk mengadili. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa hakim harus mendasarkan putusannya dalam mengadili kepada peraturan perundang-undangan dan bebas untuk menafsirkan dan menginterpretasikan hukum tersebut. Meskipun demikian, dalam hal perkara yang diadili tidak ada atau tidak jelas dasar hukumnya, hakim pun tetap wajib untuk mengadili perkara tersebut. Sehingga pada prinsipnya, asas legalitas harus dijadikan pedoman awal bagi hakim untuk mengadili kasus yang sedang mereka tangani. Dalam hal putusan tersebut sudah berlangsung sekian lama dan diputus oleh pengadilan tertinggi (Mahkamah Agung), maka putusan tersebut dapat menjadi yurisprudensi. Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum formal selain undang-undang, kebiasaan, dan traktat. Dan bagaimana kekuatan putusan tersebut Putusan memliki kekuatan hukum yang tetap Dan bersifat in-corncreto  mengikat seluruh pihak yang berperkara 7.tujuan diberlakukannya asas legalitas Asas legalitas berlaku dalam ranah hukum pidana dan terkenal dengan adagium legendaris von Feuerbach yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali. Secara bebas, adagium tersebut dapat diartikan menjadi “tidak ada tindak pidana (delik), tidak ada hukuman tanpa (didasari) peraturan yang mendahuluinya”. Secara umum, von Feuerbach membagi adagium tersebut menjadi tiga bagian, yaitu: 1) tidak ada hukuman, kalau tak ada Undang-undang, 2) Tidak ada hukuman, kalau tak ada kejahatan 3) Tidak ada kejahatan, kalau tidak ada hukuman, yang berdasarkan Undang-undang. Korelasi asas legalitas dan yurisprudensi dalam waktu sekrang Memang KUHP sebagaimana terlihat dalam Pasal 1 ayat (1) menggunakan prinsip kepastian hukum di bawah asas legalitas. Akan tetapi, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dan sekarang Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, selain menerapkan bunyi undang-undang, hakim diwajibkan untuk menggali nilai-nilai keadilan di dalam masyarakat. Hal itu menunjukkan bahwa selain kepastian hukum, dunia peradilan menekankan pada rasa keadilan. Dengan kata lain, dalam penegakan hukum modern, asas kepastian hukum tidak boleh dijadikan satu-satunya dasar putusan hakim. Kenapa? Karena ada keharusan agar putusan hakim didasarkan juga pada asas keadilan dan kemanfaatan. 8.apa yang dimaksud penemuan hukum Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit. Ini merupakan proses konkritisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit. Sementara orang lebih suka menggunakan istilah “pembentukan hukum” dari pada “penemuan hukum”, oleh karena istilah penemuan hukum memberi sugesti seakan-akan hukumnya sudah ada. Perbedaan penemuan hukum dalam kajian ilmiah dengan penemuan hukum dalam praktikum hukum Ketika undang-undang tidak lengkap atau tidak jelas untuk memutus suatu perkara, saat itulah hakim harus mencari dan menemukan hukumnya (rechtsviding). Larangan bagi hakim menolak perkara ini diatur juga dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lalu, hasil temuan itu akan menjadi hukum apabila diikuti oleh hakim berikutnya atau dengan kata lain menjadi yurisprudensi. Penemuan hukum ini dapat dilakukan dengan cara menggali nilai-nilai hukum yang berkembang dalam masyarakat 9.tahapan hakim dalam melakukan penemuan hukum sehingan putusannya memiliki nilai eksekutorial Pasal 10 ayat (1) UU.No. 48 Tahun 2009, hakim dilarang menolak mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. Jika peraturannya tidak jelas, hakim melakukan interprettasi/ penafsiran terhadap bunyi undang-undang dengan berbagai metode interpretasi/ penafsiran, seperti penafsiran otentik, sistematis, historis, sosiologis dan lain-lain. Jika peraturannya tidak lengkap, hakim akan melakukan penalaran *(reasoning), juga dengan berbagai metode penalaran/ argumentasi tertentu seperti argumentum a contrario, argumentum per analogiam (analogi)* * dan penyempitan hukum (rechtsverfijning). Atas dasar tersebut, maka hakim juga berperan disamping menerapkan hukum juga menemukan dan menciptakan hukum. Pada waktu mengadili, hakim menentukan hukum in concreto terhadap suatu peristiwa tertentu. Dengan demi-kian putusan hakim adalah hukum atau dengan putusannya hakim membuat hukum (judge made law). Disamping lembaga legislatif sebagai pembentuk hukum yang objektif abstrak, maka hakim juga membentuk atau mencipta hukum, hanya saja hukum yang diciptakan hakim adalah hukum in concreto Tetapi putusan hakim tersebut harus mendasarkan pada 1.pertimbanganfilosofis 2.pertimbangan yuridis 3.pertimbangan non hukum (social,psikologis,ekonomis,politis,kemanusiaan) Sehinnga putusannya mempunyai kekuatan hukum tetap dan bersifat eksekutorial Sehingga putusan tersebut dapat menjadi yurisprudensi yang bersifat in concreto mengikat para pihak yang berperkara

11 komentar:

  1. Bagaimana jika dalqm pertimbangan hukum hakim bersumber dari hasil cerita karangan dan pertimbangan hukumnya yang diperoleh dengan cara melanggar hukum

    BalasHapus
  2. Apakah hakim bebas dalam pertimbangan hukum walaupun dalam pertimbangan nya berseberangan dari keterangan rekaan belaka dan diperoleh dengan cara melanggar hukum

    BalasHapus
  3. Apa yang saya katakan diatas berdasarkan data saya yang saya miliki dan akibat dari putusan tersebut berdampak luas dan bagaimana cara mencari keadilan yang hakiki dalam menghadapi putusan hakim tersebut

    BalasHapus
  4. Apa yang saya katakan diatas berdasarkan data saya yang saya miliki dan akibat dari putusan tersebut berdampak luas dan bagaimana cara mencari keadilan yang hakiki dalam menghadapi putusan hakim tersebut

    BalasHapus
  5. Bagaimana cara menyampaikan bukti adanya pertimbangan hukum berdasarkan prasangka palsu

    BalasHapus
  6. Sedangkan saya dipidana dengan alasan hukum tersebut

    BalasHapus
  7. Sedangkan saya dipidana dengan alasan hukum tersebut

    BalasHapus
  8. Jika ada fasilitas mengirim foto pasti saya lampirkan bukti-bukti tersebut dan tolong berikan arahan dan petunjuk

    BalasHapus
  9. Bagaimana jika hakim dalam alasannya diperoleh dengan cara melanggar hukum,
    Contoh :
    Menurut A dikatakan terdakwa mendapat upah 10 keterangan A tersebut diperoleh dari B, sedangkan B sendiri dipersidangan menjawab tidak mengetahuinya
    - tidak ada saksi lain
    - bahkan yang dikatakan A berbeda dan/ tidak klop atau tidak bersesuaian dengan keterangan A sebelumnya

    Tapi upah tersebut tetap dijadikan alasan hukum oleh hakim

    Apakah alasan hakim untuk menghukum terdakwa tersebut dibenarkan atau itu yang dimaksud kebebasan hakim

    BalasHapus
  10. Apa yang harus diperbuat oleh terdakwa tersebut dan memiliki bukti2 yaitu
    1. Putusan yang tetap mengunakan perkataan A dalam bentuk Salinan putusan
    2. Perkataan A dalam bentuk surat BAP Tambahan
    3. Bantahan Oleh B dipersidangan dalam bentuk Rec. Tape recorder.
    4. Perkataan A sebelumnya yang tidak bersesuaian dalam bentuk Surat BAP pertamanya A
    5. Bahkan dalam surat tuntutan sudah tidak lagi dicantumkan tentang upah 10 tersebut

    Mohon petunjuk dan arahan nya
    Terima Kasih

    BalasHapus
  11. Apakah Bapak presiden Jokowi mengetahui penerapan hukum dinegara yang dipimpinnya seperti ini

    BalasHapus